Rabu, 22 Juni 2011

Israel: Negara Kebal Hukum Internasional?


Konflik israel-palestina sampai kini tak kunjung reda. Masing-masing negara tetap bersikeras untuk mengklaim wilayah Gaza sebagai bagian negara mereka. Secara historis, kisruh kedua negara tesebut memiliki akar permasalahan agama. Sebab, kedua negara tesebut sama-sama memiliki keyakinan atas ‘tanah yang dijanjikan’ bagi mereka. Merujuk pada fakta ini, kiranya tepat apa yang dikatakan Syaikh Ibrahim Abul Haija, bahwa perang antara Israel-palestina merupakan takdir, dan bukanlah suatu pilihan. Pada tahun 1948, Israel diakui kedaulatannya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun kejanggalan-kejanggalan pada pembentukan negara Israel tak pernah sekalipun dipersoalkan oleh PBB. Sebaliknya, Palestina hingga kini belum juga diakui sebagai negara yang berdaulat.
Fakta menunjukkan, tumbangnya rezim Ottoman merupakan bukti keinginan bangsa arab (muslim Palestina) untuk membentuk pemerintahan yang mandiri. Meski ditemukan bukti bahwa sebelumnya inggris cukup berperan dalam melawan imperium Ottoman dengan menjanjikan pemerintahan arab yang independen. Namun pada akhirnya inggris justru melakukan kesepakatan dengan prancis serta membagi-bagi wilayah bekas dinasti Ottoman yang dikenal dengan Sykes-Picot Agreement. Dewan Sekutupun memberi wewenang pada inggris untuk mengurusi wilayah palestina sampai terbentuknya pemerintahan yang otonom. Disisi lain, inggris juga memeberikan dukungan atas terbentuknya negara bagi kaum yahudi melalui Balfour Declaration. Hingga pada akhirnya Israel resmi merdeka pada 14 mei 1948.[1]
Dalam hukum internasional, negara dipandang sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Pada titik ini, status palestina yang belum diakui sebagai negara yang berdaulat, memiliki kesulitan menuntut kejahatan HAM yang dilakukan oleh Israel selama sekian tahun. Padahal 3 syarat utama terbentuknya negara sudah dimiliki oleh Palestina yaitu; adanya rakyat, wilayah, dan pemerintahan.
Pertama, etnis muslim yang tergabung dalam Palestine Libiration Organization (PLO) merupakan representasi keinginan untuk meredeka, selain adanya para pejuang Intifadhah. Kedua, terbentuknya Israel dengan cara expansi wilayah yang dulunya milik bangsa arab (palestina), menunjukkan bahwa sebelumnya bangsa arab lebih dahulu menguasai dan mempunyai wilayah. Ketiga, pemerintahan yang terbentuk melalui pemilihan langsung (terpilihnya Hamas) merupakan bukti nyata kesiapan masyarakat palestina untuk bernegara.
Namun dunia internasional seolah menyangsikan tiga hal tersebut dan uniknya justru mengakui kedaulatan Israel. Padahal negeri sejak wal berdirinya telah melanggar hukum. Hingga menimbulkan peperangan, dan israel melakukan pelanggaran berat terhadap prinsip dasar hukum humaniter internasional yang mengatur tata cara perang. Lebih detail lagi, Israel mencederai konvensi Jenewa IV tentang perlindungan terhadap pihak sipil dalam perang, sekaligus merendahkan lima prinsip dasar dalam hukum perang.[2]
Tak hanya itu, International Criminal Court (ICC) juga menyatakan seandainya palestina merdekapun, Israel juga tidak bisa diseret ke pengadilan internasional. Sebab, Israel tidak menandatangani kesepakatan ICC.[3]


[1] PBB telah mengeluarkan sekitar 66 resolusi yang mendorong perdamaian, penghentian kekerasan dan pelanggaran HAM dan meminta negara Israel untuk menghentikan tindakan agresi dan penjajahannya terhadap negara Palestina. Namun, resolusi PBB selalu berujung pada ketidakpastian karena resolusi-resolusi tersebut selalu “batal” karena hak veto negara Amerika Serikat yang mendukung Israel. Lihat lebih detail di http://syafiie.blogspot.com/2011/04/historisitas-konflik-dan-pelanggaran.html diunduh 14 juni 2011 pukul 22.15 wib

[2] negara-negara di dunia sepakat bahwa mereka tidak bisa menghindari perang sehingga lahir hukum humaniter Internasional yang mengatur tata cara perang. Namun, di Palestina hukum itu kini tinggal kenangan. Penjelasan lebih utuh dapat dilihat di http://sangprofesor.wordpress.com/2011/04/20/analisa-konflik-bersenjata-israel-palestinamengenang-hukum-humaniter-internasional/ diunduh 14 juni 2011 pukul 22.30 wib
[3]ICC mengkaji secara de facto, apakah otoritas palestina (pemerintahan Hamas) dapat dianggap negara aau tidak. Penjabarannya dapat dilihat di http://www.eramuslim.com/berita/dunia/icc-kaji-status-negara-untuk-palestina.htm diunduh 14 juni 2011 pukul 22.17 wib